SINTESIS MATERI MODUL 3.2 PEMIMPIN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA
SINTESIS MATERI MODUL 3.2
PEMIMPIN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA
Merencanakan program yang berdampak pada murid dilakukan berdasarkan
sumber daya yang ada pada sekolah (Asset-Based
Thinking). Pendekatan
berbasis aset (Asset-Based Thinking) adalah
sebuah konsep yang dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi
yang menekuni kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri.
Pendekatan ini merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang
positif dalam kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir,
kita diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi
inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif. Tahapan
awal dalam merancang program yang berdampak pada murid yaitu kita harus
mengetahui sumber daya apa yang sekolah miliki untuk dijadikan kekuatan dalam
melaksanakan program. Terdapat 7 sumber daya utama di sekolah yaitu 1)
Modal Manusia; 2) Modal Sosial; 3) Modal Fisik; 4) Modal Lingkungan; 5) Modal
Finansial; 6) Modal Politik; 7) Modal Agama dan Budaya. Setelah ada
pemetaan sumber daya barulah dipikirkan cara untuk mengelola sumber daya
tersebut agar mendukung dalam proses pembelajaran.
Contoh pengelolaan sumber daya yang tepat untuk mendukung pembelajaran yaitu meningkatkan kompetensi guru (modal manusia) melalui pelatihan-pelatihan bekerja sama dengan pihak lembaga perguruan tinggi (modal sosial) sehingga nantinya guru dapat memberikan pembelajaran yang berpihak pada murid yaitu menyenangkan, kreatif, dan inovatif. Contoh lainnya yaitu adanya ruang kelas, perpustakaan, laboratorium yang memadai sebagai modal fisik agar murid dapat melaksanakan proses pembelajaran di sekolah dengan baik.
Sebelum mempelajari modul, CGP terbiasa membuat rancangan program terlebih dahulu, kemudian melihat sumber daya apa yang belum terpenuhi dalam rancangan. Kemudian berusaha memenuhi sumber daya yang belum ada tersebut. Setelah mempelajari Modul 3.2 ini pola pikir dan tindakan CGP mengalami perubahan yaitu “Program apa yang bisa dibuat dari hasil pemetaan sumber daya yang sudah dilakukan?” Istilahnya sekolah sudah memiliki modal untuk menjalankan program, maka guru sebagai pemimpin dalam pengelolaan sumber daya hanya perlu membuat rancangan program dari modal yang sudah ada.
Modul-modul sebelumnya sangat erat kaitannya dengan Modul 3.2 Pemimpin Dalam Pengelolaan Pengelolaan Sumber Daya. Modul 3.2 ini fokus CGP berlatih untuk meningkatkan keterampilan dalam memetakan 7 aset utama sekolah sebagai kekuatan dalam merancang program. Keterampilan untuk mengambil keputusan apakah kita perlu mengadakan perubahan ataupun melaksanakan suatu program berdasarkan pemetaan aset dipelajari pada Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran. Merencanakan dan melaksanakan program berdasarkan aset maka kita perlu mendengarkan pendapat dan pilihan murid sebagai modal manusia terbesar. Keterampilan ini CGP dapatkan pada Modul 2.1 Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid dengan Pembelajaran Berdiferensiasi, Modul 2.2 Pembelajaran Sosial-Emosional, dan Modul 2.3 Coaching. Pengelolaan sumber daya salah satunya menanamkan dan mengembangkan budaya positif pada diri murid. Pada Modul 1.4 Budaya Positif, CGP mempelajari mengenai budaya positif yang bisa dikembangkan di sekolah. Pengelolaan sumber daya yang baik dapat mewujudkan visi sekolah dan memerlukan alat bantu yaitu Tahapan BAGJA atau pendekatan Inkuiri Apresiatif (IA). Keterampilan menggunakan Tahapan BAGJA pertama kali CGP pelajari pada Modul 1.3 Visi Guru Penggerak. Pengelolaan sumber daya sekolah diperlukan peran dan nilai guru penggerak yang berpihak pada murid. Pondasi terpenting dari nilai guru penggerak dalam menjalankan peran sebagai guru penggerak adalah berpihak pada murid. Oleh karena itu pengelolaan sumber daya hendaknya berdampak dan berpihak pada murid. Hal ini dipelajari pada Modul 1.2 Nilai dan Peran Guru Penggerak. Pengelolaan sumber daya sebagai kekuatan untuk membuat program berdampak pada murid tidak hanya memiliki tujuan antara (outcame) namun lebih kepada dampak (impact) yang terjadi pada diri murid di masa yang akan datang sebagai anggota masyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan pada filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara yaitu “Maksud pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat.” Filosofi ini dipelajari pada Modul 1.1 Refleksi Filosofi Pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara.
Sekolah bak ekosistem di alam, memiliki unsur biotik dan abiotik. Seorang guru/ kepala sekolah yang memiliki peran sebagai pemimpin pembelajaran harus bisa sebagai “garis” atau rantai penghubung antara faktor biotik (stakeholder internal dan stakeholder eksternal) dengan faktor abiotiknya (keuangan, sarana prasarana, lingkungan). Faktor biotik dan abiotik tersebut merupakan sumber daya yang dimiliki sekolah. Adanya sinergi antara kedua faktor tersebut akan mampu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, aman, dan nyaman untuk belajar baik itu di kelas, sekolah, dan linkungan sekitar. Oleh karena itu perlu kiranya seorang pemimpin pembelajaran memiliki kecakapan mengelola sumber daya sebagai kekuatan dalam merancang dan melaksanakan program berpihak pada murid.
Contoh pengelolaan sumber daya yang tepat untuk mendukung pembelajaran yaitu meningkatkan kompetensi guru (modal manusia) melalui pelatihan-pelatihan bekerja sama dengan pihak lembaga perguruan tinggi (modal sosial) sehingga nantinya guru dapat memberikan pembelajaran yang berpihak pada murid yaitu menyenangkan, kreatif, dan inovatif. Contoh lainnya yaitu adanya ruang kelas, perpustakaan, laboratorium yang memadai sebagai modal fisik agar murid dapat melaksanakan proses pembelajaran di sekolah dengan baik.
Sebelum mempelajari modul, CGP terbiasa membuat rancangan program terlebih dahulu, kemudian melihat sumber daya apa yang belum terpenuhi dalam rancangan. Kemudian berusaha memenuhi sumber daya yang belum ada tersebut. Setelah mempelajari Modul 3.2 ini pola pikir dan tindakan CGP mengalami perubahan yaitu “Program apa yang bisa dibuat dari hasil pemetaan sumber daya yang sudah dilakukan?” Istilahnya sekolah sudah memiliki modal untuk menjalankan program, maka guru sebagai pemimpin dalam pengelolaan sumber daya hanya perlu membuat rancangan program dari modal yang sudah ada.
Modul-modul sebelumnya sangat erat kaitannya dengan Modul 3.2 Pemimpin Dalam Pengelolaan Pengelolaan Sumber Daya. Modul 3.2 ini fokus CGP berlatih untuk meningkatkan keterampilan dalam memetakan 7 aset utama sekolah sebagai kekuatan dalam merancang program. Keterampilan untuk mengambil keputusan apakah kita perlu mengadakan perubahan ataupun melaksanakan suatu program berdasarkan pemetaan aset dipelajari pada Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran. Merencanakan dan melaksanakan program berdasarkan aset maka kita perlu mendengarkan pendapat dan pilihan murid sebagai modal manusia terbesar. Keterampilan ini CGP dapatkan pada Modul 2.1 Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid dengan Pembelajaran Berdiferensiasi, Modul 2.2 Pembelajaran Sosial-Emosional, dan Modul 2.3 Coaching. Pengelolaan sumber daya salah satunya menanamkan dan mengembangkan budaya positif pada diri murid. Pada Modul 1.4 Budaya Positif, CGP mempelajari mengenai budaya positif yang bisa dikembangkan di sekolah. Pengelolaan sumber daya yang baik dapat mewujudkan visi sekolah dan memerlukan alat bantu yaitu Tahapan BAGJA atau pendekatan Inkuiri Apresiatif (IA). Keterampilan menggunakan Tahapan BAGJA pertama kali CGP pelajari pada Modul 1.3 Visi Guru Penggerak. Pengelolaan sumber daya sekolah diperlukan peran dan nilai guru penggerak yang berpihak pada murid. Pondasi terpenting dari nilai guru penggerak dalam menjalankan peran sebagai guru penggerak adalah berpihak pada murid. Oleh karena itu pengelolaan sumber daya hendaknya berdampak dan berpihak pada murid. Hal ini dipelajari pada Modul 1.2 Nilai dan Peran Guru Penggerak. Pengelolaan sumber daya sebagai kekuatan untuk membuat program berdampak pada murid tidak hanya memiliki tujuan antara (outcame) namun lebih kepada dampak (impact) yang terjadi pada diri murid di masa yang akan datang sebagai anggota masyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan pada filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara yaitu “Maksud pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat.” Filosofi ini dipelajari pada Modul 1.1 Refleksi Filosofi Pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara.
Sekolah bak ekosistem di alam, memiliki unsur biotik dan abiotik. Seorang guru/ kepala sekolah yang memiliki peran sebagai pemimpin pembelajaran harus bisa sebagai “garis” atau rantai penghubung antara faktor biotik (stakeholder internal dan stakeholder eksternal) dengan faktor abiotiknya (keuangan, sarana prasarana, lingkungan). Faktor biotik dan abiotik tersebut merupakan sumber daya yang dimiliki sekolah. Adanya sinergi antara kedua faktor tersebut akan mampu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, aman, dan nyaman untuk belajar baik itu di kelas, sekolah, dan linkungan sekitar. Oleh karena itu perlu kiranya seorang pemimpin pembelajaran memiliki kecakapan mengelola sumber daya sebagai kekuatan dalam merancang dan melaksanakan program berpihak pada murid.
Komentar
Posting Komentar